v Golongan Jabriyyah, mereka tersesat
karena menganggap manusia tidak berdaya apa-apa, seperti daun yang ditiup
angin. Tidak punya kemauan maupun kemampuan untuk berusaha.
v Golongan Qadariyyah, mereka tersesat
karena menganggap Allah SWT. tdk mengetahui apa yang akan terjadi, dan bahwa
masa depan sepenuhnya tergantung pada kehendak dan kemampuan manusia.
v AhlusSunnah berpendapat di antara
keduanya, manusia memiliki usaha, kemauan, dan kemampuan. Akan tetapi hasilnya
adalah sesuai apa yang ditakdirkan Allah SWT di Lauh Mahfuzh, QS. 57:22-24 "
Tiada suatu bencana pun yang menimpa di bumi dan (tidak pula) pada dirimu
sendiri melainkan telah tertulis dalam kitab (Lohmahfuz) sebelum Kami
menciptakannya. Sesungguhnya yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.
(Kami jelaskan yang demikian itu) supaya kamu jangan berduka
cita terhadap apa yang luput dari kamu, dan supaya kamu jangan terlalu gembira
terhadap apa yang diberikan-Nya kepadamu. Dan Allah tidak menyukai setiap orang
yang sombong lagi membanggakan diri,
(yaitu) orang-orang yang kikir dan menyuruh manusia berbuat kikir. Dan barang
siapa yang berpaling (dari perintah-perintah Allah) maka sesungguhnya Allah
Dia-lah Yang Maha Kaya lagi Maha Terpuji." Hadits RasululLaah ShallalLaahu
'alayhi wa sallam, "Mu'min yang kuat lebih baik dan lebih dicintai
Allah daripada mu'min yang lemah. Bersungguh-sungguhlah dalam setiap yang
bermanfaat buatmu, mintalah pertolongan Allah SWT. serta janganlah bersikap
lemah. Akan tetapi jika kamu tertimpa sesuatu (yang tidak sesuai harapan),
jangan berkata seandainya aku dulu begini atau begini (tentu kejadiannya tidak
seperti ini), namun katakanlah Allah telah menakdirkan dan memperbuat apa yang
dikehendakiNya. Karena ucapan 'seandainya dulu...' akan membuka pintu (godaan)
Syeitan " (HR Muslim dan yang lainnya)
Untuk mendekatkan pemahaman kita pada pengertian yang benar
dalam masalah ini, saya mengutip pernyataan shahabat di awal tulisan ini dengan
menurunkan kaidah :
1. Jika iman kepada takdir membuat kita
tidak lebih bersungguh-sungguh dalam beribadah, berarti pemahaman kita salah
(Misal, orang yang berkata, "Buat apa saya beribadah, khan kalau saya
ditakdirkan ke neraka, percuma saja!")
2. Jika iman kepada takdir tidak
membuat kita bersungguh-sungguh berusaha dalam menafkahi keluarga, pemahaman
itu pun salah. Syaikhul Islam Ibnu Taymiyyah rahimahulLaahu Ta'aalaa
menjelaskan bahwa orang yang benar dalam bertawakal akan memenuhi 3 aspek :
v Yakin dalam hati bahwa Allah SWT
menguasai seluruh kejadian, semua kebaikan yang didapat maupun terhindarnya
semua bencana hanya ada di tanganNya.
v Bersungguh-sungguh dalam menjalankan
syariat, karena percaya penuh pada Allah SWT berarti percaya pula bahwa
petunjukNya adalah SATU-SATUNYA jalan kesuksesan dan kebahagiaan serta
keselamatan.
v Menjalani sebab yang telah
ditunjukkanNya kepada kita, karena kalau bertawakal tapi tidak menjalani sebab
berarti orang itu kurang berakal.
"Seandainya kalian benar-benar
bertawakal kepada Allah SWT, niscaya kalian akan diberi rizki seperti burung,
keluar pagi-pagi dalam keadaan perut kosong dan pulang sore hari dalam keadaan
perut kenyang" (Hadits Shahih)
Untuk lebih menguatkan pemahaman ini, saya kemukakan satu
perumpamaan :
Jika ada seorang pembantu bekerja di rumah orang yang kaya raya lagi dermawan
lagi pemaaf, setiap orang yang bekerja di rumah itu selalu mendapat LEBIH dari
yang ia kerjakan, dan ditolerir dalam kesalahan kecil pada pekerjaannya.
Tiba-tiba beberapa lama kemudian, terdengar pembantu tersebut masuk penjara,
misalnya karena melakukan penyiksaan terhadap anak majikannya, bagaimana
pendapat masyarakat? Siapa yang disalahkan?
Nah, kalau kita yakin bahwa Allah SWT adalah Maha Pengasih,
Maha Penyayang, Maha Pemberi Rizki, Maha Pemberi Petunjuk, Maha Pengampun, Maha
Bijaksana, .... lalu kalau pada akhirnya kita masuk neraka, maka kita HANYA
BISA MENYALAHKAN DIRI KITA SENDIRI!!! *na'uudzu bilLaahi min dzaalik* QS.
67:7-11 "Apabila mereka dilemparkan ke dalamnya mereka mendengar suara
neraka yang mengerikan, sedang neraka itu menggelegak, hampir-hampir (neraka)
itu terpecah-pecah lantaran marah. Setiap kali dilemparkan ke dalamnya
sekumpulan (orang-orang kafir). Penjaga-penjaga (neraka itu) bertanya kepada
mereka: "Apakah belum pernah datang kepada kamu (di dunia) seorang pemberi
peringatan?" Mereka menjawab: "Benar ada, sesungguhnya telah datang
kepada kami seorang pemberi peringatan, maka kami mendustakan (nya) dan kami
katakan: "Allah tidak menurunkan sesuatu pun, kamu tidak lain hanyalah di
dalam kesesatan yang besar". Dan mereka berkata: "Sekiranya kami
mendengarkan atau memikirkan (peringatan itu) niscaya tidaklah kami termasuk
penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala" Mereka mengakui dosa mereka.
Maka kebinasaanlah bagi penghuni-penghuni neraka yang menyala-nyala."
Demikian, semoga bermanfaat.
Baru mampir udah suka sama tulisannya :)
BalasHapuswww.fikrimaulanaa.com
moga bisa jadi renungan dan bisa di amal kan
BalasHapus